Strategi.id – Proses Politik Indonesia telah menerapkan sistem demokrasi liberal, dimana setiap orang memiliki hak suara yang sama (one man one vote). Sehingga setiap individu harus memiliki dasar dalam menentukan pilihannya termasuk mengetahui rekam jejak (track record) setiap calon yang ikut dalam kontestasi politik.
Oleh karenanya, setiap kontestan merasa perlu memoles diri dan citranya dengan berbagai cara. Bahkan tidak sedikit menggunakan konsultan agar rekam jejaknya terbangun persepsi positif di mata pemilih. Hal demikian terlihat cukup semarak ketika menjelang proses pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif sampai pemilihan presiden. Kesemarakan semakin terlihat nyata dengan dipasangnya alat peraga dan media luar ruang berupa photo calon dan alat peraga lainnya di berbagai sudut kota , pelosok desa bahkan sampai di tembok-tembok dan di pintu rumah penduduk. Semua alat peraga tentunya menampilkan desain photo maupun visi, misi dan program yang terbaik yang akan dilaksanakan.
Tidak berhenti sampai disitu. Setiap tim pemenangan (tim sukses) sudah menyiapkan meteri-materi (negatif campaign) untuk dapat mendegradasi persepsi positif pemilih, baik meteri berupa informasi yang fakta, sumir sampai yang hoax. Tidak heran dengan alasan rekam jejak ( track record) semua masa lalu calon dibuka di ruang publik bukan hanya yang positif bahkan yang negatif menjadi telanjang. Hampir semua tim sukses menelanjangi calon pesaingnya dengan berbagai strategi dan media yang digunakan.
Ujung dari perang antar tim sukses tersebut untuk membangun simpati dan antipati pemilih. Simpati terhadap calon yang didukung dan antipati terhadap calon lawan. Pemilih dibuat rabun karena tidak semua memahami kedalaman informasi yang dilempar ke ruang publik. Untuk menghilangkan kerabunan pemilih , sehingga menjadi keyakinan, dimunculkan figur-figur yang dianggap dapat apresiasi luas (populer) bagi pemilih. Terjadilah perang figur diantara para pendukung calon, itulah yang sering kita saksikan di media masa
Dalam upaya membangun simpati dan antipati tersebut semua calon dikuliti, “ditelanjangi” ,dibeberkan rekam jejak , jejak digitalnya bahkan hal-hal yang mungkin paling tersembunyi termasuk urusan pribadi. Tidak perduli latar belakang dan profesi calon tersebut, selebriti, politisi, mantan birokrat, mantan tentara, pengusaha bahkan tokoh agama sekalipun. “Politik memang kejam” itulah kata orang. Siapapun yang masuk dalam proses kontestasi politik ,maka akan masuk ruang “ct scan politik”. Semua terlihat nyata, tentunya yang dicari rekam jejak penyakit dan kesalahan masa lalunya.
Di politik ternyata tidak boleh ada orang baik , kerena siapapun yang terlihat dalam kontestasi politik , tim sukses sudah siap dengan catatan bukan saja yang baiknya , namun akan dicari catatan sisi buruk dan negatifnya. Semoga tidak membunuh harapan orang baik untuk terjun ke dalam dunia politik . Selamat berkontestasi pada Pemilu 2019. Walaupun yang akan terpilih bukan yang baik dan yang terbaik. Harapan pemilih Indonesia semakin baik.
(Penulis Sarbini Mantan Aktivis FKSMJ 98 & Pengamat Kebijakan Pemerintah)
